FRAKTUR DI HATI
Tak perlu kamu menangis berdiam
Bintang bersinar karena adanya malam
Saat itu langit akan menghitam
Kamu tentu paham kenapa semuanya kelam
Tak usah kamu merisau hati
Hati bercahaya karena cinta suci
Saat itu kesuciannya akan menyinari
Kamu tentu mengerti kenapa semuanya berarti
Ya, hatiku telah patah mematah
Bukan frakturnya karena tak terarah
Karena radar cintamu telah memecah
Tinggalkan keping hati menyisih meremah
Baru terasa bukan penyesalan itu ada?
Semua yang sudah satu hati saja
Mampu tercabik dalam setitik salah tersisa
Tinggalkan kehancuran dalam fraktur di hati merana
DIA…. DIA…. DIA….
Cahaya yang dia keluarkan secemerlang Capella
Lalu menyala berjuta kali menjelma supernova
Dalam galaksi Bimasakti berbentuk samar pita cahaya
Dia… mendeklinasi dan menandai khatulistiwa angkasa
Karakter yang sekokoh terumbu karang di sukma
Hingga getaran yang terasa terhubung homoseista
Dalam garis tawanya laksana goresan relief laguna
Dia… memproyeksikan diamnya dalam bidang sempurna
Dia…. Dia.… Dia.…
Adhesi untuk perasaan yang semula tak sama
Mengkonveksi lewat aliran zat putih dalam setia
Bereaksi menjadi senyawa aneh bernama cinta
Dia…. Selalu saja tentang dia
Berakulturasi atas pertemuan tanpa disengaja
Lalu berasimilasi melalui celah hati yang terbuka
Dan kini ‘kan kucetak dengan bivalve yang istimewa
CINTA YANG TAK SAMPAI
Aku masih bercanda dengan angan
Masih menggantung asa di atas awan
Masih menari bersama bayangan
Masih menikmati wajahmu dalam renungan
Aku laksana mendung tiada berhujan
Mega kelabu membingkai kehidupan
Menatap nyalang sunyi kesabaran
Memetik bintang berkasih impian
Hati… tak selamanya ‘kan terungkap
Menyudut di sela sayatan lanskap
Terkadang getarannya pun melindap
Tersembunyi dalam dekorasi senyap
Cinta… tak selalu harus terungkap
Nada-nadanya bersenandung menyelinap
Menggubah gita mengepakkan sayap
Dan di sini aku menunggu satu harap
Namun sang cinta mendekamku
Dalam mozaik elegi pilu nan sendu
Cintanya telah berada di hati sang bayu
Meninggalkanku bersama bongkahan ragu
Akan kunikmati penyesalanku
Bersama dentingan piano menderu
Cintaku tak sampai untuk bersatu
Menyisakan puing hati dalam puisi waktu
CINTA SEJATI
Cinta… lahir dari hati dan singgah di sana
Adanya pun bukan karena keterpaksaan
Saat sang bayu melambungkannya tinggi
Tak satu pun yang mampu menghalangi
Saat hati berbicara dengan caranya
Melebur keraguan tercipta kesetiaan
Ketika itu cinta sejati merekah indah
Menembang kidung rasa mengharu harmoni
Dalam relung hati inginkan keabadian
Tetap meraih sinar yang mampu temaramkan gulana
Namun masalah takdir siapa yang tahu
Tiada beriak gejolak hati, mengombak tangis dalam nyawa
Ya, takdir itu harus memisahkan cinta
Menghilangkan separuh jiwa, terpisah sementara
Beraneka rupa percak percik lara mendekam
Bukan berarti hidup sampai di sini, bukan?
Cinta sejati, kehilangan, takdir, kepedihan….
Mengajarkan betapa hidup sangat berarti
Demi cinta sejati yang pernah menyapa sukma
Bangkitlah! Demi meniti asa dan cinta yang baru
CINTA MEREDUP KESAH
Kukecapi tetesan airmata langit
Menentang deraiannya berpilu sakit
Sakit di hati, terasa amatlah sulit
Sulit merangkai perasaan ‘tuk membangkit
Adalah ketika airmata ini telah bicara
Mengeluh pada hati yang merasakan cinta
Adalah ketika sukma ini menentang rasa
Seakan berlumur dengan hitamnya jelaga
Hati ingin melukis cinta itu kembali
Namun sulit tergores dalam kanvas bermisteri
Terasa ingin berhenti dan menyudahi
Namun sisa kekuatan itu masih mewarnai
Sulitnya mencintaimu dalam angan
Tak semudah membalikkan telapak tangan
Sakitnya menyayangimu dalam keterdiaman
Menggubah mozaik sendu mematah harapan
Bila suatu saat jika semua telah berubah
Pelangi berteman malam dan siang meresah
Senja memilu dan lembayungnya terpisah
Baru jua
disadari, cinta telah meredup kesah
RENJANA SEMU
Rindu itu sehitam jelaga
Garis abstrak merenda dahaga
Entah… hanya entah yang kutahu
Saat hambar meraja kalbu
Rasa pernah menguat sukma
Senyuman pernah menjadi irama
Bahkan… mozaik rasa itu pernah merindu
Ketika renjana yang dirasa bukanlah semu
Namun siang akan terganti malam
Terang pun suatu saat akan menjadi kelam
Sebuah kisah tiada yang abadi
Dan kini hadirlah renjana semu menghiasi
Bukan sebilah salah membelah meredam
Ini hanya sebingkah ketidakmengertian mendalam
Tangan melemah ‘tuk menggenggam janji
Dan serpihan rasa semu terpatri di hati
TERISTA TAK BERUJUNG
Telah merisau hati dalam gempita rasa
Kucicipi lalu kutelan kepahitan
Melukisi dinding sukma bersusahan
Tiada dipertanyakan lagi alang tercipta
Sungguh rengsa himpitan meraja
Bahkan senyuman pun terasa beban
Hingga di batas hari bernaung rawan
Sia-sia sajalah damba bersusun derana
Kau kupuja, kau kudamba, kau kucinta
Namun senandung elegi yang kaumainkan
Pun saat haus, air tuba yang kausajikan
Lalu di manakah sebuah hati yang mencinta?
Terista ini hasil ketidaksengajaan yang kaucipta
Pelengkap airmata tak terbendung badan
Yang sudah tak berujung, tak
berkasihan
Engkau bersama dia melukis teristaku di sukma
TUHAN, DI MANA IBUKU?
Aku terduduk di antara puing-puing kerikil membentang
Menanti sang Ibu yang kuharap akan menjemput kembali
Aku tak mengharap Ayah datang
Karena kulihat ia tertidur di tepian jalan penuh darah dan api
“Biarkan Ayah tidur, Nak!” kata ibu meyakinkan
Aku mengangguk dan sedikit kebingungan
Kenapa Ayah tidur di jalan yang kata Ibu berbahaya
Ibu segera menggendongku dan berlari sekuat tenaga
Suara berdentum membuat Ibu berlari sangat kencang
Airmata keluar dari pelupuk matanya
Aku baru hidup empat tahun di buana
Buatku belum mengerti keadaan apa yang tengah terjadi sekarang
Ibu ditarik lelaki besar pembawa pistol seperti mainanku
Meraung-raung kudengar suara Ibu yang dipaksa melepas tanganku
Di sinilah aku sendiri, menunggu Ibu datang
Hingga tubuhku ringan dan melayang, ibu tak jua datang
Tuhan, di mana aku sekarang?
Ini bukan lagi kotaku, Palestina, yang banyak darah dan api
Tuhan, di mana Ibu? Kenapa ia tak datang?
Ah, tapi aku merasa aman dan nyaman di sini
TENTANG IBU
Ibuku….
Adamu laksana bintang
Biar pun sunyi tetaplah
bersinar
Menebar pendar benderang
Melukis titik-titik berbinar
Ibuku….
Suaramu laksana kidung
Penawar untuk sebongkah payah
Melindungi bagaikan tudung
Mengusir terik
dalam mengayuh langkah
Ibuku….
Kasih sayangmu laksana bayu
Membelai sejuk amarah
membuncah
Mendekap hangat lembut mendayu
Mengembangkan semangat yang
hampir patah
TERIMA KASIH, IBU
Pupuslah sebuah harapan
Mengoyak semangat setajam
pisau
Pedih dirundung kegagalan
Mengguguh tabuh bersuara parau
Kini tinggallah setetes
airmata
Kauseka dengan jemari lembutmu
Derana merasuk dalam sukma
Bibirmu tersenyum menenangkan
kalbu
Ibu, duka ini menderu derai
Inginkan sinar temaramkan
gulana
Kehadiranmu menghapus semua
luka tergerai
Kaumampu meruntuhkan sendu hingga
mereda
Terima kasih, Ibuku tercinta
Kau pelita dalam gelapku
Terima kasih, Ibuku tercinta
Kauwarnai hitamku dengan
kasihmu
TENTANG DIA (Pengagum
Rahasiamu)
Dia… menyukai senyumanmu
Dia… mendambakan hadirmu
Dia… menantimu di kala malam
Dan dia memikirkanmu dalam diam
Dia… mencoba mengharapkanmu
Dia… merangkai dan menyimpan tawamu
Dia… melukis bayang temaram
Dan dia membingkai hatinya yang kelam
Tentang dia yang tak pernah engkau tahu
Adanya yang tak pernah mengusikmu
Dia berada dalam sunyinya langit menghitam
Dia menjagamu dalam setiap doa-doa malam
Tentang dia, pengagum rahasiamu
Tak lagi dihiraukannya rasa pedih itu
Tak lagi dikenalnya perasaan yang terbenam
Yang dia tahu hanya membahagiakanmu dalam diam
TANGISAN DI BALIK SENYUMAN
Tergelak menertawakan kebodohan
Mengutuk diri yang tiada berarti
Kehilangan harga diri dan masa depan
Terjun ke dalam panasnya kawah berapi
Aku, si “Kupu Kupu Malam”
Hanya kehangatan tubuhku yang dicari
Duniaku yang hanya mengenal warna hitam dan kelam
Tak seorang pun yang tulus mencintai
Kepedihan berlapis penderitaan yang kurasakan
Kuhadapi dengan tangisan di balik senyuman
Sekuat diri memaksa, mencari dan mengiba
Pada setiap manusia bejat yang menghamburkan harta
Setiap kali mengenang perbuatan kotor berlumur dosa
Jiwaku seakan berontak sekuat terjangan ombak
Timbul tenggelam menghalau arus dilema
Berusaha mencari daratan untuk istirahat sejenak
Bukan tanpa alasan kulukis awan kelabu di atas kanvas kehidupan
Namun tuntutan hidup itu sendiri yang mengharuskan
Jadilah aku, seonggok daging busuk di tengah wadah kemaksiatan
Hanya untuk memenuhi kewajiban di atas kelemahan
SIAPA AKU KINI?
Laksana kelana mengitari mayapada nan mega
Terseok jatuh bangun meniti asa berjela, menjelma serasah
Kandas tak tersisa, rengsa berteman gagal nestapa
Bergelut kemarau, berhenti menanti hujan dalam gubah
Hingga tak tersisa airmata ini, masih jua mengombak tangis dalam sukma
Mengenang harapan semu, menderu air terjun di jurang
Di atas dahan yang retak mengering, kupasrahkan raga
Tiada beriak gejolak hati, kelut lemah menembang
Meraih tudung harapkan pelindung kepedihan akan kegagalan
Berderai bulir bening teriring himpitan menyeruak gulana
Menepi mencari serpih asa, namun tak jua tergenggam dalam tangan
Pada sebuah senja di bawah langit jingga, tengadah menunggu bahagia
Siapa aku? Siapa diriku?
Manusia pemimpi, insan yang sukmanya terpatri dalam lembah rimba
Adakah kamu? Adakah dirimu?
Mengerti aku, mengerti kamu, kita yang gagal menjemput asa
Inilah aku, sang angin yang desirnya tak lagi memberi kesejukan
Inilah aku, sang mentari yang sinar hangatnya tak mampu lagi bersahabat
Inilah aku, sang bunga yang indahnya tak lagi menebar wewangian
Inilah aku, sang laut biru yang luas membentang namun tak bermanfaat
Ah, hidup memang beraneka rupa percak-perciknya
Hal biasa bilamana harus menghadapi secawan kegagalan
Setiap insan bernyawa memiliki perasaan lara menyelubungi jiwa
Namun akan ada setetes embun sebagai pelipur menghias angan
Derana, saat yang laik untuk dilakukan dengan senyuman
Diri ini haruslah bangkit mengusir durja kelam nan kelabu
Kesempatan bukan hanya satu kali singgah pada peraduan
Kesempatan datang berkali-kali asalkan mampu menggubah kalbu
Siapa aku kini? Siapa diriku sekarang?
Melebarkan bibir, tersenyum sumringah pada mayapada nan mega
Mari menembangkan tembang kidung pemenang
Aku adalah mestika yang dielu-elukan dengan bangga
Lalu kamu? Siapa dirimu kini?
Wahai saudara, bukan hendak mengajarimu tentang suatu kehidupan
Ini hanyalah pemberian contoh dalam celah batu membuih pati
Mari segera pindah haluan menuju ombak tenang dalam lautan
SECUIL HAK DALAM LAUTAN
KEWAJIBAN
Kala yang laik dalam naungan semesta
Pintu terkatup menyusup raga yang berlaga
Merasa panas kian melemas, menyemai semu belaka
Mereka terlupa, berkurung kabut nan senantiasa alpa
Suara mercak-mercik dalam debur ombak kecil
Memecah sadar menyerang ribuan pembatas kerdil
Menyuarakan isi sanubari menghalau tindakan batil
Sukma mengaduh tak inginkan menjinak centil
Dunia… Tiada mereka ingat desah semangat
Secuil hak dalam lautan kewajiban telah disemat
Hati kesal berlapis sesal, kini kian menggeliat
Bulir bening bertindak, menyeruak dan mengikat
Tiada terkenang mendapat senang pada kalbu yang resah
Meraba buta sang lempua bersarang rendah
Ingin tergerak hati, hendak berbakti dalam susah
Merawan-rawan lagu bernada, perlahan memecah
Mereka jualah manusia, sang perempuan bersukma
Mendambakan keadilan bersisi hak asasi manusia
Sudah selayaknya gempita suara atas angkasa
Menjadi milik sah, beriring hak sang perempuan berjaya
SEBENTUK CINTA BERBENTUK DUKA
Singgasana cinta bertabur permata laksana di surga dalam impian kita
Kini telah ada dalam genggaman kau dan aku yang berada dalam naungan
bahagia
Ucapan teriring alunan syahdu, linangan bulir bening menapaki setiap
jengkal wajah
Kita berhasil menjadi pemenang di antara ego, emosi dan godaan yang
membuncah
Kita telah saling memiliki, menyatukan hati, berucap janji membangun cinta
Kanvas seluas langit biru membentang pun tak mampu menampung lukisan rasa
ini
Kita berdua merajut benang kasih, menghias warna warni mahligai rumah
tangga
Melangkah seiring derap asa yang kau tuntun dalam pangkuanku berupa sucinya
janji
Kau bagiku adalah terindah, menghiasi hati yang penuh bongkahan cinta
untukmu
Walau terkadang segelintir rasa khawatir saat jauh darimu menari dalam
pikiran
Namun, dengan tanpa ragu ku pilih setiap rindu mengisi ruang hampa tanpa
dirimu
Karena kau kini tengah berjuang di sana dan meninggalkanku dalam
kesendirian
Untaian doa beriring harap selalu ku panjatkan untuk keselamatanmu, imamku
Cinta tulus kita yang berbungkus kasih sayang kini telah ku ikat dengan
tali kepercayaan
Sudah ku usir susunan kecemasan, namun kekhawatiran masih berbekas pada
benakku
Sungguh rindu mengikatku karena sudah dua purnama tak kita lewati dalam
kebersamaan
Penakluk hatiku…. Hanya genggaman tanganmu yang mampu menghalau rasa
gelisah
Pasangan hidupku…. Sampai mata ini cukup lelah masih tak ku dengar kabar
akan dirimu
Hingga suatu malam yang sepi, guratan wajah malam alam tampak tak ramah
Aku mendengar jalan perjuanganmu yang berujung pada kematianmu dari sang
ibu
Mungkin sudah saatnya waktu mengharuskanmu untuk pergi, waktu berpisahnya
kita
Kenangan yang tersisa, cinta yang terpisah, akan selalu ku jaga dalam rasa
berbalut duka
Cinta yang teramat dalam ini ibarat palung laut yang masih bersarang pada
naungannya
Hujan meteor dan peraduan bintang ganda pun tak sehebat rasa cinta yang ku
punya
PUTRI CANTIK YANG TERTIDUR
Pulau nan elok membelah di
antara Pulau Komodo dan Bali
Garis Wallace mengukir, menandai
batas flora dan fauna Asia
Dandanan kebudayaan dan hiasan
alam yang memikat hati
Berkelana di antara lembayung
senja dan temaram mega surya
Tanjung Aan yang
dipisahkan sederetan batu karang
Celah bebatuan menjadi gerbang
arungi laut lepas Samudera Hindia
Suara alam berbisik membelai sukma seraya berdendang
Melukis dan merekam cerianya
gelak tawa para bocah yang bercanda
Mata dunia menikmati barisan
perbukitan di lereng Gunung Rinjani
Kesuburan tanah sumber
kehidupan penyambung nyawa
Di sini aku melihatmu ada di antara warna warni pelangi
Di sana
mereka melihatmu ada di balik senja menyelimuti
cakrawala
Dalam garis lekukannya laksana
goresan relief laguna
Mendeklinasi dan menandai khatulistiwa bumi
Memproyeksikan bentuknya dalam bidang sempurna
Tiada
sedikit pun terdeteksi fraktur yang beradhesi
Lombok.... Sajian keindahan nan ketenangan darimu
Bagai Putri Cantik yang
masih lelap tertidur
Hamparan Pantai Senggigi
layaknya permadani menghiasimu
Semilir angin lembut menerpa
lembaran dedaunan nyiur
Kukerjapkan
mata melindapkan gerah meluruhkan hampa
Kucoba
dengarkan kidung yang menelusup perlahan
Lewat ombak
laut biru yang menukik rendah memanjakan mata
Di mana lagi
dapat kupeluk mesra hadiah Tuhan
Seolah
bercahaya secemerlang Capella di temaram malam
Berasimilasi
pada bintang yang tersenyum riang
Pada langit
Lombok kutengadahkan wajah merindu dalam
Apakah esok
masih kudapati pulau ini seindah sekarang?
Lombok…. I love you,
rasa kagumku memancar untukmu
Tetaplah menjadi gugusan pulau
yang membanggakan
Yang tiada henti berpijar selalu untuk Indonesiaku
Yang mampu menjadi detak jantung dan denyut nadi kehidupan
PUISI UNTUK PALESTINA
Hidup dalam genangan darah dan
airmata
Suara tembakan dan tangisan
menghimpit gulana
Hak ditarik paksa dari sang
mayapada
Berkurung kabut kemelut dalam
lembaran rengsa
Kejahatan perang di bumi
Palestina
Buah kebiadaban dan
kebangsatan Israel mendera
Hujan bom menyelimuti kota
Gaza
Mayat-mayat bergelimpang
kehilangan nyawa
Adilkah menganiaya penduduk
yang nyaris tiada bersenjata?
Dengan senjata-senjata
tercanggih mematikan raga
“Bukan Teroris!” teriak marah
bersuara
Jika membunuh anak bukan
teroris, lalu teroris itu apa?
Palestina, ceceran darah ini
dan tumpahan airmata
Terempas tiada sempat mengait
derana dalam sukma
Bergelimpang nyawa-nyawa kecil
tak berdosa
Akan menjadi saksi perjuangan
berbuah surga
Saudaraku, memintalah kepada
Allah semata
Umat muslim bersama dalam satu
perlindungan-Nya
Yakinlah bahwa akan ada akhir
dari semua ini, Palestina
Karena Allah tidak tidur dan
memiliki kekuatan mega
PUISI UNTUK KEKASIH
Mentari kala itu tersenyum
Buah di pepohonan pun meranum
Semerbak wewangian bunga mengharum
Aku dan kamu, laksana benang dan jarum
Langkah kecil menapak buana
Tengadah pada langit jingga
Kita mengayunkan tangan sambil tertawa
Namun sayang, aku dan kamu hanya kenangan semata
Kasih…. Kini kudatang kembali di sini
Duduk berteman alam dan menyepi sendiri
Mengingatmu adalah terindah sekaligus meremukkan hati
Saat laik yang kuimpikan melambung tinggi
Di kiri tangan, tergenggam erat sebuah mirat
Tempat berkaca untuk wajah pekat
Dulu kamu mengagumi adanya semburat
Tapi entah, kini telah tertiup bayu menyikat
Kasihku… rembulan malamku
Mengguguh tabuh sukma beradu
Hidup tak mudah kian kujalani hitam kelabu
Menyemai titik-titik luka setelah kepergianmu
Akankah kamu kabarkan Aurora berbentuk tirai?
Sudahkah kamu pandangi Andromeda luas tergerai?
Apakah kamu telah berada dalam surga nan damai?
Mampukah kamu melihat airmataku yang kini kian berderai?
PUISI UNTUK IBU
Adamu laksana bintang
Biar pun sunyi tetaplah bersinar
Menebar pendar benderang
Melukis titik-titik berbinar
Suaramu laksana kidung
Penawar untuk sebongkah payah
Melindungi bagaikan tudung
Mengusir terik dalam mengayuh langkah
Kasih sayangmu laksana bayu
Membelai sejuk amarah membuncah
Mendekap hangat lembut mendayu
Mengembangkan semangat yang hampir patah
Ibu….
Lelah tak lagi kauhiraukan
Menggubah bahagia bertarung debu
Demi anakmu dan sebuah harapan
Ibu…
Rengsa sudah tak kaurasakan
Menyongsong asa menghapus semu
Untuk anakmu dan masa depan
Keteguhan berbalut senyuman
Tentramkan sukma hitam kelabu
Bangkit berbimbingan tangan
Bersama menepis goyah menderu
Sadar sesadarnya
Hanya Ibu hal terindah
Mewarnai sang mayapada
Bertahta perhiasan megah
Inilah larik puisi goresan pena
Tanda cinta berbahana kasih
Persembahan untuk Ibu tercinta
Beriring tembang rindu nan jernih
PUISI SEJUTA ARTI
Setiap tarikan napas berembus, kuinginkan berarti
Derap langkah menjajaki perjalanan hidup dambakan lembaran mimpi
Walau terkadang himpitan kemampuan meremukredamkan jiwa
Berdalih mengalihkan seutas tali harapan dalam naungan mega dunia
Degup bernyawa berlomba menarik keluar serpihan ragu
Kencang digenggam tangan nestapa, tertekan batangan pilu
Riak angan membesar menjelma gelombang terhempas kecewa
Rumpun kegigihan tertendang sepak terjang tawa renyah putus asa
Dunia memusuhi, tapi masih ada ruang kecil sanubari
Menyediakan naungan nyaman, tempat aktualisasi diri
Perasaan halus mengalun, terangkai kata bernada menyuarakan
resah
Berbalut senyuman kecil yang meniadakan bongkahan kata menyerah
Puisi….
Kupeluk tubuhmu dalam dekapan hati dan jiwa bertitik peduli
Kupeduli pada hidupku, pada hidup orang yang menyayangiku
Menyambungkan untaian benang kasih, menyulam hidup baru
Puisi….
Denganmu kumiliki dunia, bebas mengangkasa, melayang tinggi
Tak lagi kuhiraukan setiap jengkal tapak cemooh yang sendu kelabu
Kuhanya terpikir melanjutkan goresan pena, memberi nyawa pada jiwaku
Kini kuhanya berteman denganmu, bersahabat dengan rindumu
Melebur satu napas, menggenggam erat tanganmu, bermimpi dalam
tidurku
Laguku dalam menelusuri setiap jengkal area untuk bertumbuh
Puisi untuk hidupku, puisi untuk jiwaku dan puisi untuk hati yang rapuh
BERMIMPI UNTUK MIMPI
Mimpi…. Biarlah kutertidur lebih lama lagi
Melayang hilang dalam desah risau hati
Bercengkrama dengan titik-titik hujan menari
Mengalun bersama kidung kesepian diri
Berjela laksana layangan di langit bebas
Menggubah rasa tak berbalas namun tak berbatas
Menepis guncangan sukma bersama raga terhempas
Bertabur cinta nan pedih mengadu kalbu tertindas
Di mana diri ini harus berlari kencang
Meski tidur lelap berhias mimpi masih menjelang
Aku ingin merasa lebih lama lagi, namun hilang
Meski sakit lagi-lagi kudapati, berbenah bayang
Mimpi…. Ingin kuraih keindahanmu yang fana
Merangkai nada dalam sukma, walau fiksi belaka
Melukis merahnya Aurora, bercahaya di langit senja
Aku akan bermimpi untuk mimpi dan terus mencinta
PESAN UNTUK SI
UPIK
Dayu mendayu dalam buaian kidung
Mendekap erat sang buah hati
Tangan sebelah terulur memegang tudung
Sembari menanti datangnya pagi
Bila dilihat mentari mulai tersenyum
Melangkah kaki ke tengah sawah
Hati riang memandang padi ranum
Semangat kalbu tandaskan gelisah
Kala matahari mulai terik
Sudahi kerja mengusap peluh
Pulang ke rumah rindukan si Upik
Merawat penuh kasih tanpa mengeluh
Anakku sayang, cepatlah sembuh
Aku menantimu dalam ceria
Biar badan payah menanggung sakit nan rapuh
Asalkan engkau sehat bahagia
Kasihku sepanjang masa
Tak mengharap adanya pamrih
Hingga habis nyawa dalam sukma
Tetap bersinar binar cinta nan putih
Kelak nanti, jika kau hadapi dunia
Jangan berpangku tangan, hanya menunggu
Lawan musuh dalam diri, demi asa
Agar tak rasakan derita menderu
Cukup diriku bersusah payah menanggung beban
Demi sesuap nasi ‘tuk menyambung nyawa
Rasakan pahit getir sang kehidupan
Tanpa pasangan berbagi suka dan duka
PERDAMAIAN DALAM PELUKAN ALAM
Terpaan angin menghembuskan udara menekuk rimbunan pohon
Sesekali pekikan hewan dan rintihan tumbuhan meneriakkan untaian kata
memohon
Desiran gemercik air nun jauh di sana masih terdengar riaknya
Barisan bukit menyusun eloknya perih berbalut lembaran duka
Indahnya mata manusia memandang lekat pada jantung alam
Tak terpungkiri, nyanyian tipuan mengarungi terjalnya mega surya terdalam
Langit bersih tetap setia pada birunya menghiasi angkasa luas namun tak
berarah
Kokohnya gubuk indah menjulang di tengah keindahan dunia fana terserang
amarah
Tak selayaknya, alam yang diciptakan dengan bulir-bulir penuh berisi
keindahan
Direbut oleh tangan manusia yang tak mengenal arti tanggung jawab dan pengorbanan
Berbisik di antara ego yang menguasai denyut nadi serakah demi kepuasan
semata
Alam berbungkus rupawan mengeluarkan gertak kekesalannya hingga kau mengiba
Sadarlah! Alam berlapis keelokan itu memiliki jiwa yang mampu merasa
Jangan hanya terpukau, lalu merasa memiliki dan ingin menguasai
Mangganggu, merusak, menjamah, sampai tak tersisa lagi untuk raga dunia
Tertawa, bergurau, bercanda, dalam nista mendampingi nestapa diri yang
terlampaui
Jika kau biarkan gunung tetap pada pegunungan yang melindungi di dalam
Jika kau bebaskan burung dan hewan lainnya mendendangkan nyanyian untuk
alam
Jika kau merdekakan hutan dan memberi kekuatan lewat bongkahan kesadaran
Jika kau lukiskan senyuman pada awan putih yang berarak dan pada langit
keteduhan
Maka, alam akan menebar benih perlindungan, kau pun merasakan ketenangan
Kala teriknya matahari menyinari bumi dan dinginnya air hujan membasahi
mega alam
Kau masih dapat menyunggingkan senyuman, melompat tinggi tanpa keraguan
Bersama mengayunkan tangan, merasakan perdamaian dalam pelukan alam
PERAIRAN CINTA
Kaulah pengobat dahaga mendera
Mengaliri setiap sudut temaram sukma
Memainkan riak ombak rindu membuih
Hingga terangkai helai demi helai cinta putih
Cintaku padamu sebening air
Membasuh luka yang sempat hadir
Membersihkan jelaga pikiran ternoda
Mensucikan cinta, melindapkan rasa
Akan kuhiaskan cinta laksana oase di tengah gurun
Bukan hanya fatamorgana menembus semu penuntun
Bagai perairan cinta penyiram gulana
Menyayat lanskap, bertumbuh titik derana
Cintaku, pelepas dahaga pemberi energi
Hadirmu menyisihkan kegundahan hati
Kini kupinta hari kemarin sebagai kenangan
Dan hari esok sebagai sebuah harapan
DALAM SEBUAH PENANTIAN
Permadani laut biru tak lagi seindah mega
Air girang beriak, berombak, mematah hati
Merenung, meniti rua pada ombak sukma
Kedua mata pun terpejam, memeluk sunyi
Bilakah pisau sembilu sudah diasah tajam
Keberanian itu menyeruak membingkai raga
Namun kerinduan dan penantian tiada temaram
Menelusup menyandang sang mahkota
Kerinduan pada kekasih hati yang ditakdirkan-Nya
Penyempurna ibadah, menghias janji suci
Penantian memeluk mozaik lisan pada sketsa
Khitbah impian kian merayu kalbu berirama hati
Kapankah ‘kan kutemui saat itu membelai kelam?
Di manakah kehakikian akan menjemput sara?
Denting kesabaran menerpa iman yang menyulam
Menyulam gubahan gita cinta beriring deraian doa
Aku… masih di sini, berselimut pasir di tepian pantai
Menyapu cakrawala menembus dinding langit
Memungut bunga mulia dalam ranah merinai
Dan aku di sini tetap menanti meski kurasakan sakit
Penantian di
Lembayung Senja
Nyanyian angin dan tarian dedaunan mengiringi langkahku
Terseok-seok jatuh bangun mengejar bayangmu
Radar-radar yang telah terpecah mengungkapkan kebekuan hati
Di atas hamparan mega surya aku selalu menanti
Dirimu yang telah berbeda dunia meninggalkan cinta
Pada diriku, wanitamu yang menunggu di lembayung senja
Berkelana dan berkuasa atas keegoan rasa yang tertinggal asa
Berpagut dalam heningnya temaram jiwa nan hampa
Masih terekam dalam ingatan adanya janji tulus berpadu kata dalam tanya
Keluar dari hatimu melalui bibir yang tersaksikan oleh bumi di kala senja
Pada tempat penghidupan perkumpulan pohon-pohon bahagia
Kau ukir nama kita dengan ayunan jemarimu lalu kita tertawa
Tapi apakah sekarang kau tahu tentang hati yang mencintaimu
Aku… sudah tak bisa bahagia, tak bisa secerah mentarimu dulu
Aku hanya bisa mengingat kisah kita yang tetap hidup
Di antara deretan pepohonan juga senja merah yang kini telah redup
Tetesan air bening mengalir deras membasahi wajah nan pucat pasi
Terduduk dengan lunglai tanpa tenaga, menghentak luapan emosi
Tertunduk dalam dekapan galaksi bumi, pancaran cahaya temaram kelam
Melewati batas andromeda sampai memecah satelit kesadaran jiwa yang dalam
Kerinduan atas pengkonsolidasian hati yang telah sia-sia kini
Hingga menguras air bening yang membasahi lembah
wajah pucat pasi
Namun aku masih bisa bertahan di dalam angan-angan yang memanjakanku
Tenggelam bersama rasa yang membawaku terbang menembus dinding dunia baru
PELEPAH KASIH DI UJUNG SENJA
Mengingatmu, melukiskan pelangi di hati
Membayangkanmu, menghapuskan lara di sukma
Kenanganmu, lantunkan tembang kasih
Hadirmu yang sejenak singgah, melindapkan gusar
Jika cinta ini semerah darah, sebiru langit
Akankah warnanya mengukuhkan hati?
Bila sebening air juga seindah senja
Akankah ia merangkai hati yang terpisah?
Bukankah Bumi masih berputar pada porosnya?
Bukankah Phobos dan Deimos masih setia pada Mars?
Lalu mengapa cinta kita berpalang elegi waktu?
Inikah takdir itu, yang selalu kaudongengkan untukku?
Oke, aku tak akan menyesalinya!
Sungguh percuma bila kulakukan
Namun, boleh bukan jika sejenak kuinginkan bayangmu?
Membaui pelepah kasih dan mengingatnya di ujung senja
OKSIGEN UNTUK CINTA
Cinta…. Adamu laksana udara
Berembus lembut pada buana
Merawan-rawan temaramkan gulana
Meniupkan napas derana sukma
Cinta…. Hadirmu sepenting udara
Berjela penyambung mozaik nyawa
Melambungkan asa seindah Aurora
Menjelma sublim mestika cakrawala
Cinta…. Meski terkadang hadirmu melahirkan elegi
Sehitam jelaga dan sepedih bilur di kaki
Namun menyemai lindap mengharu harmoni
Kidung cinta tetap menembang di sela hati
Cinta…. Tak terlihat namun bisa dirasa oleh hati
Menggubah rindu pada titik nadir cakrawala sepi
Hingga tangan-tangan cinta selembut udara surgawi
Membelai sukma mengalirkan oksigen cinta suci
UNTUK HARIMU, BUNDA
Bunda… tataplah pelangi ini
Pelangi yang kulukis di langit basah
Yang perlahan mulai mongering
Mengajakmu mencari arti keindahan
Bunda… rasakan embun pagi ini
Kukumpulkan dari dedaunan rendah
Yang melekat pada untaian ranting
Menjanjikan kesejukan pada noktah berkilauan
Bunda Vero terkasih, selalu di hati
Pelangi dan embun telah kulapisi madah
Kupersembahkan untuk harimu yang terpenting
Di hari bahagiamu yang penuh senyuman
MERINDU UNTUKNYA
Dalam dekapan rembulan, hati ini mengungkapkan kerinduan
Radar yang tak berarah, beralih menerjang susunan kehampaan
Bibir terkatup, bergetar seirama denyut nadi memainkan nada
Kesendirian hati merasa menggugah setiap desah napas membara
Terjatuh lunglai, berusaha bangkit mengumpulkan serpihan asa
Terkuak dalam peraduan jiwa, menyeret arus gelisah mendera
Aku tetap di sini, menanti bunga bermekaran menebarkan harum semerbak
Dengan lara yang berhiaskan semburat merah, mencoba menyatukan jarak
Bintang malam… Rasa rindu kini tengah menyiksa aliran darahku
Kerlip cahaya yang kau pancarkan tak lagi mampu menahan rindu itu
Rindu pada dia yang sempat menitipkan cinta untuk kusemai dan kujaga
Rindu pada dia yang berhasil mencuri hati ini dengan
caranya yang berbeda
Embun pagi… Rasa rinduku semakin kuat seiring waktu berjalan
Kesejukan yang kau berikan tak dapat meruntuhkan rindu walau perlahan
Rindu untuk mendekap bayangan dirinya dan menyanyikan lagu cinta bersama
Bertatapan lembut, lalu membisikkan cinta terangkai nada bahagia
Lembayung senja… Rasa rindu yang berusaha kutahan kini mendekam di jiwa
Kehangatan jinggamu semakin membetahkannya, berdiam meraja
Kini kubenar-benar tahu, lapisan rasa istimewa ini tak mampu kuhindari
Dan aku mengalah, aku mengakui, jika dirinya sangatlah berarti
MEREKALAH PAHLAWANKU
Derap langkah mengiringi semangat nasionalisme penuh ketegaran
Melindungi segenap junjungan tinggi pada peraduan untuk bangsa berpijar
Menyeruakkan segmen ketakutan, menampakkan api keberanian, maju ke depan
Hingga berlabuh, tergopoh-gopoh mencari sisa napas kehidupan yang berlayar
Lumpuh terendam dalam aliran arus yang terombang-ambing bernada ragu
Gerak gemulai nyiur tak mampu membujuk sang arus yang menyeret jasmaninya
Kini satu lagi yang kandas kehidupannya, jatuh mencium tanah kelabu
Peluru menembus tubuh semangatnya yang beberapa detik lalu masih bergemuruh
di dada
Mereka tahu resiko, mereka paham kematian, tapi mereka lebih mencintai
Negara
Bukan untuk harta apalagi tahta, semata-mata hanyalah untuk kemerdekaan
Merekalah pahlawanku, membela dan melindungi Negara dengan hidupnya, tanpa
dipaksa
Menggali dan mencari, menguak tabir, mengadu takdir, meninggalkan nikmatnya
kehidupan
MEMELUK
KENANGAN
Tatkala jemari merangkai kata, hati turut mengenang sebuah kisah
Mengingatkan sebuah tempat teduh nan cantik bergelimang eloknya titian alam
Batin menangis kala terlintas kenangan pada sosok
yang lemah
Namun mampu menggetarkan jiwa dalam pelukannya, sehangat selimut malam
Masih terekam dalam bayangan akan sosok yang selalu berhiaskan senyuman
Kini ku hanya terpaku menitikkan bulir bening yang membasahi wajah duka
Desiran angin dan merdunya kicauan burung selalu membuka serpihan kenangan
Rumah kecil ini telah sunyi tanpa hadirmu yang mampu merenda lembaran
bahagia
Nenek…. Dalam rumah indah kita, dikelilingi birunya langit bertabur awan
Kau selalu mengajarkanku tentang kebahagiaan dan arti pengorbanan
Tempat berteduh kita, tempat berkumpul keluarga kita yang beriring irama
syahdu
Di sanalah kau buai dan manjakan diriku dengan tangan kasih sayangmu
Tubuh yang hanya berbalut kulit menampakkan tulang-tulang tua
Beban sakit menggerogoti hampir seluruh kekuatan pada jasmanimu
Kata terakhirmu untukku, terucap lemah menyiratkan akan kepergian segera
Akhirnya kau terbujur kaku, memecahkan tangisku menutup penderitaanmu
Nenek…. Hingga detik ini rumah kita tetap indah dalam buaian jantung alam
berdendang
Mentari menyinarinya, embun menyejukkannya dan bulan
meneranginya
Rumah di tengah naungan eloknya dunia seluas galaksi membentang
Tetap akan berdiri kokoh seiring cintaku padamu yang bertahtakan emas
permata
Putih buih ombak menemani langkahku merajut kemenangan di balik duka
kehilangan
Selayaknya celoteh kecil yang selalu kau bisikkan kala diriku hampir
berputus asa
Saat itu kau genggam tanganku mengalirkan semangat membangkitkan harapan
Sampai saat ini diriku tetap bersandar pada kekuatanmu yang selalu tertanam
di dasar jiwa
LELAHMU UNTUK BAHAGIAKU
Dalam keheningan malam, kulantunkan kidung cinta untukmu
Larik-larik kata terurai mengharu harmoni dalam gemerlap bintang
Bulan naik tersenyum simpul, memuji rasa nan asa derana menderu
Secercah cahayanya berpendar, mendekap hangat cintamu yang tenang
Jika kau adalah matahari, pusat tata surya yang memberi hangat dan energi
Diri ini berharap tak akan pernah menjadi Sedna yang jauh darimu
Biarlah kuterbuang hingga tergeletak pada galaksi yang sepi
Andromeda nan luas tempatku, bersama kehadiranmu ibu
Dekapan hangat kasih sayangmu, memberikan keajaiban berlapis madah
Rengsa badanku terobati, menyibak sukma pedih berlapis lara
Lelahmu demi bahagiaku tak pernah berhenti bagai aliran serasah
Hingga setiap waktu hanya pelukmu yang menenangkanku menatap dunia
Ibu… Derai airmata ini tak tertandingi oleh meganya hangat kasihmu
Cintamu laksana penawar racun dalam tubuh rapuh putrimu yang terbaring
lemah
Saat yang laik berirama syahdu, memandang wajah teduh dalam balutan sang
biru
Aku dapat tersenyum, mengepakkan sayap dan terbang bebas menembus ranah
KITA JANTUNG NEGARA
Satu senyuman menyambut dentuman iringan nyanyian
Indonesia… Indonesia… Indonesia… Itulah nama negeriku
Wajah sumringah tanpa pias telah menutup kepedihan
Meluap rasa bangga untuk kemerdekaan negaraku
Siapa pengusaha kemerdekaan, rela memberikan pengorbanan?
Hingga darah tak lagi mengalir dan jantung tak lagi berdetak
Merekalah pahlawan… Dialah pahlawan… Engkaulah pahlawan
Kita pun adalah pahlawan sampai tulang belulang telah retak
Indonesia… Indonesia… Kaulah negaraku, kaulah negeriku
Sungguh elok rupawan dalam potret dunia
Kekayaan alam melimpah ruah menjanjikan kesejahteraan bangsaku
Negeri dengan berjuta gemerlap bintang di bumi nan mega
Indonesia… Serangkaian rasa bangga dan rasa cinta untukmu
Kehijauan tubuhmu dan jingga langit soremu melukis kecantikan
Namun disayangkan ada manusia yang terkadang tega menyakitimu
Tanpa kesadaran jika dia merupakan salah satu jantung kehidupan
Jantung Indonesiaku adalah kita, penghuni dan penikmat negeri ini
Jika jantung melemah, jantung telah kotor, apa yang akan terjadi?
Sebaliknya jika jantung menguat dan bersih, apa juga yang akan terjadi?
Jawablah bersama masing-masing hati nurani penuh keikhlasan yang murni
Ulurkan tangan terbaikmu, letakkan jiwa dan raga untuk negara
Berikan senyuman termanismu, bangkitkan negara tercinta
Bawa terbang melayang sampai menembus galaksi Andromeda
Hingga mata dunia tak berkedip menatap keberadaan Indonesia
KETIKA JARAK MERAJAI CINTA
Ketika jarak merajai cinta, berselimut hangat langit cakrawala
Tarian ombak menaikturunkan keresahan pada pemikiran hati
Kawah-kawah pada pelataran Mars meringkuk permukaannya
Kini cinta menjelma bagai Sedna yang mengelilingi matahari
Diameter dimensi setia yang kuharapkan, menyudut kecil
Napas keletihan mendatarkan sudut penantian menderai
Kepingan hati terbang selaksa anai melayang labil
Singgah pada Andromeda, di galaksi yang sepi, menuai lunglai
Sekeping kecil kesadaran atas pengkhianatan, telah hancur dalam raga
Bulir bening mengaliri seluas jengkal wajah terurai getir
Inilah yang kudapat, kekecewaan melebur menyapu asa
Meluluhlantakkan pengharapan, menyambar sedahsyat petir
Kau tega mengkandaskan cinta yang kita semai bersama
Hanya karena rayuan beracun yang mengetuk hatimu bergilir
Cukup sudah aku hanya tahu bahwa dirimu membunuh cinta
Dan kini, sosok bayangmu telah berevolusi debu pada pasir yang berdesir
KEPAKKAN SAYAPMU INDONESIA!
Putihnya buih ombak pantai dengan dedaunan nyiur melambai
Pegunungan berdiri kokoh, aliran sungai menampakkan derasnya
Hamparan laut biru, kekayaan alam yang melimpah melukis damai
Sawah membentang dengan padi menguning menghias dunia
Tarikan magnet Negeri berkumpul menghasilkan sebongkah daya
Menciptakan keindahan kala jingganya langit di waktu senja
Indonesia Negeri penuh cinta akan memberikan cinta
Pada jiwa yang memiliki segenap cinta kasih untuknya
Janganlah berpangku tangan menunggu Negeri ini memberi
Tapi ulurkanlah tangan, berusahalah memberi untuk Negeri ini
Bermain otak sampai menciptakan sayap-sayap untuk Indonesia
Melatih dan mengajari hingga dapat mengepakkan sayap-sayapnya
Terbang ke atas dunia agar matanya melirik memang tak mudah
Namun sudah ada yang mencoba, melakukan dan mereka ternyata bisa
Kita dan Negeri kita tentu juga bisa jika tak menghiraukan kata
menyerah
Walau badai menerkam dan membunuh perlahan semangat yang membara
Terduduk lunglai, wajah pucat pasi, lelah dan lemah mendominasi
Raga terkilir, detak jantung berhenti, darah tak mengalir lalu mati
Inginkah keadaan seperti itu wahai pemuda pemudi Indonesia?
Masihkah merasa tak mampu dan berlenggang cuek untuk Negara?
Mulai detik ini, mari bantu Negeri kita untuk menggapai angan
Membuka lebar sayap Indonesia dan mengepakkannya menuju impian
Indonesia tercinta akan melebarkan senyuman dan merentangkan tangan
Memberikan pelukan penuh perlindungan bagi yang berkorban
KAU YANG MENJAGA CINTA
Sejujurnya kukatakan, hati ini tak selamanya berhiaskan setia
Sesungguhnya kubisikkan, aku tak tahan lagi ingin mendua
Langit saja tak selamanya setia pada sang biru, kadang berganti jingga juga
kelabu
Aku pun ingin begitu, menggantikan dirimu dengan dia yang selalu ada
untukku
Kita terpisahkan jarak dan waktu, melahirkan kesempatan
Kesempatan untukku bertemu dia yang menawarkan sebongkah cinta berbalut
ketulusan
Bukan diriku tak cinta, bukan juga tak percaya
Aku hanyalah manusia biasa yang hatinya mudah tergoda
Kita masih merangkai cinta, membina hubungan berbatas jarak
Kau tak tahu bahwa diriku di sini bermain khianat
Pada dirimu yang sepenuh hati menjaga cinta agar tak retak
Aku terlena hingga tiada tahu jika dia tak lain hanyalah lelaki bejat
Dia meninggalkanku hanya demi harta dan tahta seorang wanita
Janji cintanya dulu telah terbawa angin, menyisakan debu tak berguna
Penyesalan yang kurasa sungguh menggores kepingan hati yang bernaung
kerapuhan
Apalagi kau di sana masih tetap menjaga cinta, meski tahu apa yang telah
kulakukan
KAMI, DI KOTA DARAH DAN
AIRMATA
Enam puluh empat tahun lamanya
kami menderita
Hingga terkelupas kulit-kulit
ini menyisakan luka
Menganga lebar, mematikan rasa
dan asa
Kami masih bertahan dalam
pangkuan derana
Hidup di kota penuh darah dan
airmata
Diburu dan dibunuh selayaknya
serasah hina
Kami tidak menginginkan ini
semua
Namun kami akan hadapi meski
bertarung nyawa
Kami diusit, kami diteror,
kami dibantai, hak kami dirampas
Desa kami, Palestina,
dibuldoser sehingga rata dengan tanah
Hollocaust oleh Zionisme
Israel terus terjadi, merampas napas
Bombardir, penembakan,
pelecehan, mengucurkan darah
Nyawa-nyawa tidak berdosa
bergelimpangan nahas
Sukma-sukma kecil
meraung-raung mencari ibu dan ayah
Ketakutan mendengar letusan,
bersembunyi di balik puing cadas
Menjeritkan suara terakhirnya
terkena peluru panas sang penjarah
Senyuman tiada lagi menghias
setiap jengkal wajah ini
Cucuran aitmata berteman setia
menunggu mati
Sudah tak mampu membungkus
nelangsa dengan rapi
Menyerahkan hidup dan
menyempatkan doa pada sang ilahi
Ya, kami sudah tak bebas,
berdiri kaku menanti
Perlawanan ini akan berhadiah
sebuah deraan mati
Allahuakbar! Allahuakbar!
Lindungilah kami!
Hingga tak mampu lagi berkata
saat peluru menembus hati
JALAN MENUJU SURGA
Duka ini menderu derai
Inginkan sinar temaramkan gulana
Di antara tangis pilu bergerai
Di antara hujan bom yang mendera
Darah di mana-mana
Jasad-jasad tergeletak tanpa sukma
Tangisan anak dan wanita
Suara peluru dan mesiu membahana
Palestina, deritamu tak kunjung usai
Perjuanganmu memangku takdir
Bertaruh nyawa menyatukan berai
Kebenaran dan hak terhimpit getir
Seorang tentara Israel menghancurkan rumah
Seorangnya lagi menembakkan peluru
Hancur, menjadi serpihan bercampur genangan darah
Di atas bumi Palestina bermandikan debu
Sungguh dasyat senjatamu, Israel!
Tiada kaulihat lawanmu tak bersenjata
Keadaan sulit yang kalian ciptakan, Israel
Menjadi jalan bagi kaum muslim menuju surga
KARENA CINTA IBU
Ranah kalbu berpaut dalam kasih
Menjelma laksana haluan
berbinar
Menderma sukma pada haluan
sahih
Tersemat di antara jalinan
cinta berdebar
Cinta kita, cinta utuh kita,
Ibu
Layaknya Bulan yang setia pada
Bumi
Tak kenal pupus, mengikat padu
Indah dalam lantunan tembang
mengharu harmoni
Kala hati resah merindukanmu
Kala itu jua, debar jantung
berangan
Membelai rindu dalam peraduan
semu
Mendamba kaudatang, membawaku
dalam dekapan
Senyummu adalah mimpiku, Ibu
Tawamu merupakan kebahagiaan
Meski kini kita berjauhan tak
bertemu
Rasa cinta kita tetap menyemai
asa kehidupan
INI CERITA “DIA”
Dia…. Tangan mungilnya terpaku menunggu dengan wajah letih dan pasi
Menunggu secercah harapan pada sosok angkuh di depan tubuhnya yang rapuh
Sesekali wajahnya yang dimakan debu dan peluh menunduk, tetap menanti
Ternyata, harapnya masih bertahtakan kesia-siaan, makian yang ia terima
telah melepuh
Dia berlari menjajari hatinya yang terhempas, terlilit ombak kecewa yang
terdalam
Menyeberangi lautan manusia, menepis deru kendaraan, dan melewati terjalnya
jalanan
Dengan tangannya yang mungil, menyentuh perutnya yang kosong sejak semalam
Kini matanya dipenuhi bulir hangat, jatuh membasahi jengkal wajahnya yang
kelelahan
Kaki tanpa alas yang telah mengenal baik tajamnya bebatuan dan hangatnya aspal
Terus melesat membawa tubuh kecil dekil tanpa tujuan, menghindari kepedihan
Hidupnya yang malang, menggantungkan diri pada sesama tapi berakibat fatal
Dia dihina, dicaci, dimaki, dianggap sampah, hingga mengkandaskan secuil
harapan
Kini dia berhenti berlari, menghirup nafas yang masih bisa ia dapatkan
Berdiri menengadah, memandangi awan yang membelai birunya langit siang
Mulutnya berucap kecil, bercerita pada langit tentang kehidupan pelik yang
dia rasakan
Tentang bagaimana pedihnya menahan lapar dan rasa sakitnya karena terbuang
Lagi-lagi perutnya berontak, si gadis kecil meringis dan berusaha bangun
dari duduknya
Berniat menjemput rezeki, membunuh kepingan putus asa, merangkai titik
harapan
Melangkah tertatih, beralaskan segenap jiwa, beriring lantunan nada sendu
dunia
Tanpa dia tahu, akan ada yang membawanya pulang demi mengakhiri penderitaan
Turunlah tangisan langit malam, membasahi raga gadis kecil jalanan yang
melemah
Lalu sebuah mobil merenggut nyawanya, melaju meninggalkannya tanpa perasaan
Di atas aspal,di tengah lalu lalang malam, tubuhnya kaku basah bercampur
cairan merah
Dunia semakin kelam, kehilangan sosok tegar yang telah menikmati pedihnya
kemiskinan
DIMENSI RUANG CINTA UNTUK BEJO
Mereka hanya bisa menabur duri-duri tajam dalam perjalanan cinta kita
Berkoar-koar menjeritkan jarak perbedaan yang teramat menusuk sanubari
Hingga kau pun memilih mengalah dan menbunuh semua kenangan bahagia
Melepaskanku, menjauh dari nista yang menggores perlahan pada kepingan hati
Kau sempat memelukku, membisikkan untaian kata cinta dengan lirih
Katamu kau akan kembali setelah menghapuskan jarak pemisah yang membentang
Senyummu mengantarkan paket kepercayaan pada diriku yang ringkih
Lalu kau pergi menjemput waktu milikmu bersama gemerlapnya bintang
Bejo…. Kini rinai hujan menemani langkah rinduku yang tertatih
Dimensi ruang cinta untukmu tiada beralas dan tanpa menuntut balas
Namun masihkah diri ini mampu merangkai setiap tetesan bulir bening yang
kian letih
Menjadi sebongkah kesanggupan dalam penantian, demi cinta yang tulus tak
berbatas
DENDANG KESAH ALAM BERNYAWA
Desiran helaan napas angin meniup dedaunan pohon
yang terpaku menunggu
Menggoyang rerumputan, melenggang dengan kearifan
selayaknya sang dermawan
Detak nadi perbukitan memainkan nada menemani
pegunungan yang termangu
Kicauan nyanyian sekumpulan burung mendendangkan
lagu duka berbalut kesedihan
Lihat! Laut biru berombak menukik setiap inci
ketinggian gelombang
Nyiur di pantai pun tak sanggup lagi menahan
kerasnya terpaan angin yang marah
Matahari mengajak langit membalikkan kewajaran
pada integrasi yang tak ‘kan pernah datang
Tanah berbaris meneriakkan kepedihan, memprotes
jengkal jejak yang bertingkah
Awan putih sempat melintas, memandang pada
kenampakan yang memerahkan mata
Begitu banyak hal yang tak layak terlahir untuk
dunia bertabur penguasaan alam
Alam tak pernah bersalah, alam hanya bisa marah
dan menghukum setiap sapuan tangan jahil manusia
Yang tanpa nurani dengan
seenaknya menggeluti seluas
kemampuan mengotori hingga alam berwarna kelam
Cobalah dengar! Desiran angin tak lagi selembut
yang pernah kau rasa
Ayunan dedaunan dan rerumputan juga tak seindah
yang pernah kau lihat
Lalu sekarang apa yang akan kau lakukan jika alam
mengeluarkan keluh kesahnya
Hingga tangannya mampu membolak-balikkan
performansi spesifik dunia yang tengah menggeliat
Alam tak akan berdiam diri menanti radar-radar
revolusi pada Bimasakti
Meski sejauh Sedna, nyawa alam tetap ada pada
raganya, menghentak dan menuntut janji
Terus menerus menanti kesadaran , menunggu
kehangatan lembayung senja menyapa
Mendambakan keadilan pada kewajaran demi
menyambung nyawa bersama untuk sang Mega
HUJAN TERAKHIR
Rinai bening turun serentak menemani penantianku
Di sebuah sudut taman, tempat mengikat janji untuk bertemu
Benda cair dari langit makin membasahi tubuh menggigilku
Napas memburu, terdiam menatap sendu dalam kepingan sadar yang hendak
menggebu
Harus berapa lama lagi kurasakan hujan menusuk kulitku?
Sayatan pilu perlahan menggores, memainkan debur ombak dalam benakku
Hampir menjelma sedahsyat tsunami menghanyutkan kesabaran menunggu
Senja yang telah berganti malam, menelan separuh rasa, meninggalkan setitik
asa yang semu
Butiran air membisikkan, “Sudahi saja semua yang sia-sia!”
Aku terpaku, lalu mencicipi rasa hujan yang dingin dan hampa
Mengapa lagi-lagi kau tak pernah datang untuk janjimu, wahai cinta?
Sebenarnya, adakah dalam pikiranmu tentang diriku sedikit saja?
Ah, aku tak tahu dan tak pernah ingin tahu
Karena ketakutan akan kehilanganmu mengejar dan menghantuiku
Hati ini memang sudah terlanjur merajut benang-benang cinta hanya untukmu
Hingga menutup mata hati, dengan kerelaan mengacuhkan pengkhianatan darimu
Aku beranjak, memutuskan untuk menyudahi menanti kedatanganmu
Airmata tak terbendung, berjatuhan bersama derasnya air hujan kala itu
Aku berlari menembus hujan di tengah langit malam, menyesali kepercayaan
utuh yang kutitipkan padamu
Dan kini, semua telah berakhir pada sebuah rel kereta api yang merenggut
kehidupanku
HATI DAN KASIH DALAM PUISI
Hati itu berbicara tanpa suara
Sesekali bernyanyi tanpa nada
Memilin rapi tentang asa
Mendekap siluet buana di bawah senja
Hati…. Terkadang sesunyi malam
Melapisi sukma meremuk redam
Dayu mendayu lirih menghitam kelam
Mengharu harmoni pijar memadam
Telah mencicipi pahitnya kehilangan
Laksana aliran serasah, deras mencari persinggahan
Tengadah pada lembayung dalam penantian
Mengharapkan kekasih hati datang bersama angan
Merasa panas kian melemas, menyemai semu belaka
Hingga terlupa, berkurung kabut senantiasa alpa
Bibir terkatup tersentuh lelehan airmata
Mercak-mercik debur ombak hati kian nestapa
Hati…. Bila ini adalah salah satu takdir merajam
Aku tak inginkan dia menikmati rasa terbenam
Telah kurelakan lilin-lilin pun padam
Mengakhiri kisah kasih terpisah di makam
Laksana kelana mengitari mayapada tanpa harapan
Namun tegak berdiri di atas ranah dengan senyuman
Kekasihku… walau tak lagi bersinar bagai rembulan
Dalam relung hati, kau tetap terindah dan menenangkan
BERSAHABAT PERPISAHAN,
BERTEMAN PENANTIAN
Menelusuri jalan di pinggiran pantai, tempat kesukaanmu
Membawa diriku terhanyut dalam bayang sendu sketsa wajah cantikmu
Desir pasir di pantai ini membisikkan namamu
Ah, betapa rasa rindu ini menyiksa batinku
Untaian air sebening kristal terpaksa jatuh membasahi pipi
Teringat cinta dan cerita kita yang sehangat senyuman mentari
Harus bersahabat dengan perpisahan dan berteman dengan penantian
Dalam dekapan senja, hati ini masih bertahtakan mahkota kesetiaan
Satu tahun sudah hari-hariku tak merasakan candamu
Hanya cintalah yang membuat diriku bertahan atas godaan
Meski dua benua memisahkan kita, kau tetaplah wanitaku
Dan aku percaya, kau akan kembali untuk merangkai cinta, mengobati
kerinduan
AURORA HIJAUKU
Adalah kamu yang mampu
Mampu mengelupaskan luka
Luka yang telah mengering
Mengering dalam kehampaan
Adalah kamu yang bisa
Bisa memberikan air penawar
Penawar kegersangan rerumput hati
Hati yang tak lagi bersama hijaunya
Adalah kamu yang bersedia
Bersedia hatinya untuk kusinggahi
Kusinggahi dengan hati bermahkota
Bermahkota kepercayaan nan kerinduan
Kamu…. Aurora hijauku
Masih kunanti di sudut hati terindah
Biarlah jarak membentang arah
Kesejukan hijaumu tetap mendekap sukma
AKU MELIHATMU ADA
Aku melihatmu ada
Di antara warna
warni pelangi
Di balik senja menyelimuti
cakrawala
Di dalam pekatnya langit malam
Bayangan mozaik wajahmu
Memecah kepingan sendu
Meluruhkan dedaunan layu
Menghapus tulisan lara nan
pilu
Tapi kenapa hati ini mengecap
hampa
Pikiran melayang tak tentu
arah
Gelisah yang masih tak kunjung
pupus
Kegalauan meraja, terkadang
mendekam
Bila telah mampu bertahan
terhadap waktu
Tembang pelangi ‘kan gantikan
elegi sukma
Meski serpihan
ketakutan masih bersisa
Kutahu ada kalanya bunga harus
bermekaran
Dan masih tentang kamu
Yang kini hadir sebagai
pengganti
Kauberikan tangan malaikatmu
‘Tuk menyeka airmata gelisah
ini
AKU DAN RINDU ITU
Kamu… adalah rindu itu
Bukan! Bukan hanya rindu
Kamu juga Aurora biru
Berdamping mega warna kelabu
Kamu… masih tetap sama seperti dulu
Senyummu cerah namun sendu
Entah, kesenduan itu telah menyatu
Melekat di balik ketersembunyian kalbu
Kamu… telah mengakhiri ragu
Tinggalkan aku bersama rindumu
Rindu kita dalam serpihan hati meramu
Hingga terkumpul uraian nyata kisahmu
Dan kini, aku dan rinduku….
Terhempas dalam kesaksian baru
Bahwa hidup telah rela meninggalkanmu
Di dalam
sekat cinta, mengalah tiada mampu
AKU DALAM KESENDIRIAN
Bilakah hati bermain pada sunyi
Fatamorgana membelai dalam sepi
Keterdiaman ini nyalang berbalut nadir
Mengguguh keindahan, melindapkan takdir
Bisikkanlah perlahan pada sudut kesendirian
Bisikan elegi yang tiada satu pun mampu berkata
Berkata dalam gubahan tembang keabadian
Menelusup malu tentang suatu fana
Nyanyian kesendirian membetahkanku
Engkau tahu mengapa?
Karena nadanya membungkam mendayu
Atas ego yang mendekam lekat dalam sukma
Bukan menyerah, bukan pula tak ingin cinta
Kehampaan telah diukir sedemikian rupa
Namun gita ingatan masa lalu merawan-rawan
Mengantar ke tepi jurang gelap gulita penuh tawan
Kesendirian itu tak akan membunuh
Sang Pemilik Hati menyematkan cinta-Nya
Tersenyumlah pada kesendirian yang rapuh
Dan berkata, “Suatu saat aku pasti bahagia!”
AKU DAN KAMU DALAM SEDERHANA
Aku menyukaimu dengan sederhana
Sesederhana api membakar arang menjadi bara
Aku menyayangimu dengan sederhana
Sesederhana sinar menelusup pada celah jendela
Aku mencintaimu dengan sederhana
Sesederhana petikan dawai merangkai nada
Dan aku menerimamu dengan sederhana
Sesederhana diam membelai ribuan makna
Suatu saat nanti, bila telah kita temui
Batasan horizon keraguan di dalam diri
Dan sederhana tidak lagi menjadi sesederhana kini
Aku dan kamu ‘kan tetap saling mengingat dalam hati
Karena melalui hati kita menggubah kidung janji
Melewati sudut ruang Andromeda yang sunyi
Kamu dan aku masih tegak berdiri ‘tuk menanti
Sebuah kesederhanaan tiada semu dalam abadi
BERPISAH ATAU TERPISAH?
Hai, kamu yang terindah!
Masihkah bergelut pada petikan senar gitarmu?
Masihkah bernyanyi seperti dulu?
Atau masihkah kamu bermimpi tentang kita?
Hai, kamu yang tak terlupakan!
Masih kuingat suara petikan senar gitarmu
Masih kuingat suara merdumu
Aku masih bermimpi tentang kita
Bersama hujan kita dendangkan kidung cinta
Hingga air di langit sudah mongering
Pelangi menyembul menarik garis warna
Meresapi terpaan bayu membelai mendayu
“Aku suka hujan!” bisikmu padaku
“Aku suka pelangi!” bisikku padamu
“Dan Matahari laksana cinta yang menyatukan…,”
“Menyatukan dua sukma di dalam raga yang
terpisah.”
Hujan masih basah, pelangi masih berwarna
Dan Matahari pun masih memancarkan sinar
Namun, apakah kamu masih tetap sama?
Sama seperti empat tahun yang lalu?
Ingin kudengar lagi permainan nada-nadamu
Ingin kunikmati lagi merdunya suara nan menenangkan
Ingin kurasakan napasmu dan memandangi matamu
Ingin kuhadirkan kembali kenangan itu di dalam hujan
Tapi nyatanya, kamu tak pernah kembali untukku
Kini aku membenci hujan yang kamu sukai
Setiap tetesannya yang membasahi bumi
Membuat sesak di hati, menahan rindu yang berjela
Kamu ke mana? Kamu di mana?
Sampai pada saat ini tak lagi kutemukan dirimu
Kita berpisah atau terpisah, aku tak pernah tahu
Menunggu pun sudah begitu menyakitkan untukku
BERHARAP HANYA PADA-MU
Dengan-Mu kurasakan bahagia
Aku tak mengenal apa itu duka
Selalu Engkau berikan petunjuk terbaik dalam langkahku
Engkau selalu menjadi harapan dalam doaku
Dengan-Mu kurasakan kerinduan
Aku tak tahu apa itu kehampaan
Selalu Engkau berikan kenyamanan
Di setiap pintu ampunan yang Engkau bukakan
Ya Rabb-ku…
Hanya pada-Mu hati ini bisa terang
Hanya pada-Mu hidup ini bisa tenang
Hanya pada-Mu jiwa ini akan kembali
Hanya pada-Mu aku berserah diri
Ya Allah ya Tuhanku…
Hanya pada-Mu tempatku mengadu
Hanya pada-Mu harapku bertumpu
Hanya pada-Mu hidup dan matiku
Hanya Engkaulah segalanya bagiku
Seringkali aku merasakan malu yang teramat sangat
Atas sikapku yang terkadang mengingkari perintah-Mu
Kekhilafan dan kesalahan yang telah kuperbuat
Selalu mengharap ampunan dan petunjuk-Mu
Aku bersimpuh dan bersujud berurai air mata
Semoga Engkau selalu mengasihi dan mencinta
Memberikan cahaya dan petunjuk pada hamba
Hingga pada akhir hidup ini di dunia
Kasih, Sayang dan Cinta Bunda
Bunda…
Kasihmu tak sebening embun pagi
Karena kasih yang kau berikan padaku melebihi
Beningnya embun di dedaunan sana
Bunda…
Sayangmu tak seindah berlian dan permata
Karena sayang yang kau berikan padaku melebihi
Berlian dan permata yang berkilau bagai mentari
Bunda…
Cintamu tak seluas samudera Pasifik dan Hindia
Karena cinta yang kau berikan padaku melebihi
Samudera yang membentang bagai permadani
Bunda…
Kasih, sayang dan cintaku pada Bunda
Juga tak sebening embun pagi, tak seindah berlian dan permata
Tak seluas samudera Pasifik dan Hindia
Tapi kasih, sayang dan cintaku pada Bunda
Melebihi apa pun, tak sebanding yang ada di dunia ini
Aku selalu berharap semua kebahagiaan menghampiri Bunda
Dan kita dapat selalu bersama dan saling mencintai
KENANGAN UNTUK SAHABAT
Ingatkah kau sahabatku?
Saat pertama kali kita berjumpa
Ingatkah kau sahabatku?
Saat pertama kali kita saling bicara
Apakah kau masih ingat sahabatku?
Tentang hubungan kita yang erat
Apakah kau juga masih ingat sahabatku?
Tentang masalah-masalah kita yang berat
Semua itu kita jalani bersama
Dengan tangisan dan canda tawa
Walau banyak kesalahan yang aku lakukan
Kau tetap sabar dan mau memaafkan
Terima kasih untuk kisah yang kau beri
Terima kasih atas cinta dan kasihmu
Walaupun perpisahan telah terjadi
Namun hati kita tetap bersatu sahabatku
PERPISAHAN
Kita pernah merasakan bosan
Tapi setelah itu akan ada kerinduan
Pernah kita merasakan sakit hati
Namun hanya sesaat, lalu hilang dan pergi
Tak terasa dan tak akan lama lagi
Perpisahan akan menghampiri
Tinggalkan kenangan di sini
Bersama cerita yang telah dijalani
Kesalahan yang terjadi di masa lalu
Jangan dibuat sesal pada masa yang akan datang
Itu hanyalah seberkas kisah yang dulu
Sekarang akan membawa banyak bintang
Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya
Perpisahan memang sudah ada takdirnya
Terimalah dengan kelapangan dada
Sambutlah dengan hati terbuka
YANG SEBENARNYA
Sungguh aku tak mau sebenarnya
Tapi apalah daya inilah kenyataannya
Sebenarnya aku ingin berhenti saja
Tapi aku sudah benar-benar tak bisa
Aku sungguh tahu sebenarnya
Apa yang selama ini ku lakukan percuma
Aku tahu semua ini hanya sia-sia
Tapi aku benar-benar tetap tak bisa
Aku tahu, tak pantas sebenarnya
Menggenggamnya begitu erat
Karena aku sudah tahu sebenarnya
Tak kan ada yang dapat memberiku obat
Seiring waktu berjalan melangkah
Mencoba bangun dan terjaga
Aku sadar jika hal yang sebenarnya
Telah melumpuhkan dan benar-benar terpisah
Akhirilah ini dengan senyuman
Kenyataan memang tak selamanya sesuai harapan
Tataplah ke depan dan mari laksanakan
Impian-impian baru untuk masa depan
Selamat Tinggal Hari-Hariku
Hari-hari yang bahagia untukku dahulu
Juga bahagia untukku sekarang
Walau hari-hariku terkadang sedikit pilu
Namun rasa syukur selalu akan datang
Aku mengerti hidup ini begitu singkat
Hidupku dan juga hidupmu
Tetap jalani saja walau terasa berat
Semua masalah pasti akan berlalu
Ketika kau sedikit tahu sampai mana batas waktu
hidupmu
Pasti kau akan merasakan kesedihan dan rasa berduka
Tapi tahukah kau bahwa itu karunia untukmu
Kesempatan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya
Hari-hari yang mewarnai kehidupanku
Kini hanya tinggal sebuah kenangan
Kuucapkan selamat tinggal hari-hariku
Aku telah pergi bersama senyuman
AKU DAN PERASAANKU
Perihnya yang kurasa
Saat ku tak bisa memiliki senyummu
Senyum yang selalu melintas dan
dengan indahnya
Namun selalu pergi dan berlalu
Aku bagaikan malam
yang tak berbintang
Bagai malam yang
tak bercahaya
Langit lebar
membentang
Namun ku tak
sanggup meneranginya
Jika kau tahu perasaanku
Akankah kau akan mengerti ?
Aku hanya diam dan membisu
Yang selamanya akan tetap begini
Aku yang Akan Pergi
Kusadar diriku penuh kekurangan
Kutahu aq tak bisa seperti yang lain
Hanya impian yang bisa buat ku
bertahan
Walau itu rasanya tak mungkin
Berusaha tersenyum dalam tangisku
Pedih mengingat
keadaan dan kenyataan hidupku
Ingin rasanya
seperti burung yang bisa bebas
Ingin menjadi pohon
yang bisa melindungi dari panas
Sulit mencari yang kuat dalam ragaku
Bagai awan hitam yang siap menurunkan
hujan
Menjadi air yang membanjiri hatiku
Dan aku akan pergi selamanya
untuk mencari jalan
HANYA ALLAH
Hanya Allah
yang selalu menyayangi kita
Tanpa
meminta balasan apa-apa
Hanya Allah
yang selalu membantu kita
Disaat lagi
memderita
Hanya Allah
yang patut dicintai
Karena Dia
lah yang bisa memberi kebahagian abadi
Hidup dan
mati ada di tangan-Nya
Hanya
Dialah segalanya bagi kita
Kasih
sayang Allah tak akan pernah berhenti
Sekalipun
kita pernah mengkhianati
Meski kita
terkadang ingkar pada-Nya
Allah akan
membukakan selalu pintu taubat-Nya
Akhir ceritaku
Terdiam
kumenatapmu
Kau pergi
dariku
Memang
berat bila cintaku
Tak
terbalas dari dirimu
Harapan
putuslah sudah
Terpaksa
kulepaskan hatimu
Bayangan
kisah yang indah
Telah
hilang tak menyatu
Menangis ku
disini
Biarlah
kulepas semua ini
Asalkan kau
bahagia disana
Bersama
bintangmu selamanya
Langit dan
bulan
Kumohon
hibur dukaku
Inilah
perpisahan
Akhir dari
ceritaku
RASA INI UNTUKMU
Kupandang
wajahmu lewat mega
Meski
rinduku semakin meraja
Kubelai
dengan manja
Meski itu
hanya khayalan belaka
Berjalan-jalan
di hamparan angkasa
Memetik
bintang di galaksi tata surya
Merangkai
titik-titik sinar yang ku damba
Disanalah
kau berkelana dan seolah berkuasa
Kau
menembus hatiku yang terdalam
Membelengguku
dengan manisnya senyuman
Menyihirku
dengan mata yang menawan
Makin
mengembangkancint yang kutanam
Kau
menjelma jadi sesuatu yang begitu indah
Memecah-mecah
radar yang telah terarah
Kaulah
sayap-sayap cintaku yang terus tumbuh
Dan
senantiasa menerbangkan jiwaku ke dalam dekapan hangat cintaku
AKUNTANSI CINTA
Jika hatimu
bisa diakuntansikan
Kutak akan
bingung mencari kesalahan
Jika
perasaan kita dapat direkonsiliasi
Tentu kita
bisa saling mengoreksi diri
Transaksi-transaksi
hatimu untukku
Berusaha
sudah dijurnal umumkan
Ternyata
masih saja salah di pandanganmu
Padahal
ledger sudah kupersiapkan
Bagai akun
beban dalam laporan laba rugi
Sikapmu
mengurangi laba di hatiku
Ingin
rasanya keseimbangan neraca kudapati
Namun saat
ini belum sanggup menambahi asset hatiku
Sampai
kapan kudapat menciptakan goodwill dalam diriku
Sehingga
dirimu tertarik membeli saham hatiku
Meski kita
diibaratkan perusahaan induk anak yang dipisahkan
Kuyakin
kita dapat menyatu karena dikonsolidasikan
Sebenarnya aku tak pantas untuk cemburu
Karena kau bukan siapa-siapa diriku
Karena aku hanya menyukaimu
Mungkin menyayangimu dan mungkin bisa mencintaimu
Bagiku kau begitu indah
Maha suci Allah yang telah
menciptakanmu
Bagiku hanya mengagumimu
cukup sudah
Tak yakin bisa memilikimu
Dia yang memiliki dan dimiliki dirimu
Pasti akan bahagia di dekatmu
Karena aku sangat tahu
Kau adalah terindah bagi dia dan bagi diriku
Andai aku diberi
kesempatan
Untuk bisa bersama dan
mencintaimu
Akan kubuat setiap detik
menjadi kebahagiaan
Agar kau tahu betapa
berartinya dirimu bagiku
Kutapaki jalan-jalan bebatuan
Detik demi detik aku berusaha untuk kuat
Jalan tandus dan gersang tak ku hiraukan
Tetap tertatih walau rasanya berat
Hatiku…
Bukan kehendakku ingin seperti ini
Masih banyak hal yang ingin kugapai bersamamu hatiku
Tapi, aku takut kita akan segera pergi
Pergi ke tempat yang jauh dan sepi
Menghilangkan penderitaanku selama ini
Aku 'kan bisa tenang dan bahagia
Kembali pada Sang Pencipta untuk istirahat selamanya
Pedih menapaki jalanan tajam
Perih menatap hamparan kabut kelam
Sakit merasakan derita yang tak
kunjung hilang
Lelah menanti secercah cahaya yang tak pernah datang
Akankah ini semua akan
berakhir
Menunggu sisa-sisa nafas terakhir
Tapi, apakah akan berakhir tanpa ada
cahaya
Tanpa ada penyatuan hati bagian
hidup
Ah sudahlah…Biarlah…
Sudah cukup semua ini dirasakanm,
aku harus meninggalkan
Menghitamkan hati, menutup jiwa,
hingga
Tak terlihat, tak terasa, sampai
raga sudah terpendam di jiwa
Cinta....
Kapan akan kutemukan dirimu ?
Cinta….
Dimanakah sekarang keberadaanmu ?
Aku tak bisa melihatmu
Aku tak dapat meraihmu
Begitu sukar memilikimu
Alangkah sulitnya cintaku
Disaat kutemukan dirimu
Tapi kau mslah berpaling dariku
Kau menjauh begitu saja
Pergi berlalu hilang arah
Kau jadi inspirasiku
Kau beri semangat dalam hidupku
Kau bisa buatku melupakan kesedihanku
Kau juga yang bisa buatku melupakan dia yang telah mengecewakanku
Hadirlah selalu dalam langkahku, ingatanku, dan mimpiku
Aku mengagumimu karena kepribadian dan sikapmu
Tetaplah jadi yang spesial bagiku
Walaupun kau tak tahu perasaanku
Kau yang dulu kucinta
Yang dulu kusayang dan kudamba
Kini semua telah sirna
Hilang
ditelan kecewa
Tak kusangka kau bisa
Membuat perih mengiris sembilu
Di luar pikiranku kautega
Membuat hancur
lebur hatiku
Janji manis yang ternyata palsu
Telah merebut kepercayaan hatiku
Penyesalan atas adanya cintamu
Telah
melebihi dalamnya luka nuraniku
Kau yang disana tersenyum bahagia
Telah menghancurkan indahnya setia
Tak tahukah kau disini kuterluka
Merasakan sakit dan teramat kecewa
Sudah berulang kali tak bisa mencapai hal yang
diinginkan
Berulang kali aku menelan kekecewaan
Tanpa sadar saat ini aku menjadi lemah
Hingga hasil yang kudapat begitu parah
Aku terpaku dalam termenung
Kemana diriku yang dulu hampir tak pernah kalah
Sekarang kurasakan sedih yang menggunung
Mengikatku dalam hati yang perih dan basah
Malu dengan diriku sekarang yang bodoh
Apa selama ini aku telah melakukan hal yang
ceroboh
Atau karena usahaku yang belum cukup
Apa mungkin kerja otakku yang lagi tertutup
Namun, aku bukanlah orang yang mau menyerah
Dalam diriku akan kuperbaiki semua yang salah
Belum terlambat untuk mengubah menjadi kemenangan
Masih ada kesempatan untuk bangkit dari
keterpurukan
Aku pernah bermimpi untuk bisa terbang
Aku pernah berangan-angan menginjak awan
Aku pernah berkeinginan untuk menyentuh bintang
Aku pernah berharap dapat berdiri di atas bulan
Tapi semua keinginan itu kulupakan
Karena dirimu hadir di mimpi dan hari-hariku
Keinginan-keinginan besarku sudah tergantikan
Dengan keinginan untuk bisa dekat
denganmu
Mengapa kaumasih memberikan perhatian
Mengapa kaumasih menatapku dengan tatapan rindumu
Kalau memang kauinginkan perpisahan
Mengapa kautetap melakukan itu semua padaku
Aku bingung, sedih, benci, juga bahagia
Aku bagai daun yang diterbangkan angin menerpa
Tak bisa percaya dan tak tahu apa yang harus dilakukan
Mungkin cukup menunggu waktu yang dapat membuktikan
PILIHAN HATI
Datang
dan pergi silih berganti
Di pusaran mimpi aku menunggu pagi
Mencari cinta di atas segala cinta
Tapi sampai ku hampir putus asa, aku tak mendapat apa-apa
Hati ini tak berencana membuatmu penting dalam hatiku
Karena kau datang tanpa permisi mengetuk dan memasuki relung hatiku
Rasa ini datang sendiri tanpa mampuku bendung
indah dan elok bagai lembayung
Aku tak akan meminta hari kemarin sebagai kenangan
Dan aku tak berani meminta esok dengan sebuah harapan
Aku hanya cukup untuk hari ini
Karena ku tahu bahwa kamulah yang benar-benar kupilih sebagai pilihan hati
Di pusaran mimpi aku menunggu pagi
Mencari cinta di atas segala cinta
Tapi sampai ku hampir putus asa, aku tak mendapat apa-apa
Hati ini tak berencana membuatmu penting dalam hatiku
Karena kau datang tanpa permisi mengetuk dan memasuki relung hatiku
Rasa ini datang sendiri tanpa mampuku bendung
indah dan elok bagai lembayung
Aku tak akan meminta hari kemarin sebagai kenangan
Dan aku tak berani meminta esok dengan sebuah harapan
Aku hanya cukup untuk hari ini
Karena ku tahu bahwa kamulah yang benar-benar kupilih sebagai pilihan hati
Kini lain kurasa
Saat ditinggal semua
Tiada pernah tahu arah
Terasa sakit teramat parah
Aku benci keadaan ini
Tapi begitu bodoh kalau harus menyalahkannnya
Hati yag teriris mati
Tak 'kan ada obat penawarnya
Aku pasrah menemukan jalan terakhir
Berpapasan dengan kelamnya kehidupan
Berharap semua cepat berakhir
Namun apalah daya sudah tak bisa
Aku yang ditinggalkan
Aku yang terlupakan
Aku yang tiada berarti ‘tuk semua
Hanya ingin merasa bahagia cukup satu kali saja
Tak ada habisnya tentang dia
Selalu saja tentang dia
Baru saja harapanku berkembang
Kini
harapan itu telah sengaja menghilang
Karena dia telah kembali pada cintanya
Buat dia bahagia seperti dulu
Buat dia bisa tersenyum bahagia dengan cintanya
Yang tak
bisa kuberi dengan cintaku
Sekali lagi, aku relakan dia
Aku relakan demi kebahagiannya
Aku sudah cukup bahagia
Meski hanya dapat mencintainya
TAK BISA LAGI
Sikapmu yang acuh tanpa cinta
Seolah menyimpan kesal yang menggunung
Lelah hatiku mencari pusara cinta
Menangis saat kutahu semua tak berujung
Biru hamparan di atas kaki pelangi
Lembayung senja datang membawa resah
Ingin ku hentikan dan tak pernah melangkah lagi
Pada hati yang tak lagi mencinta
Sebenarnya ingin aku melindungi setiap hari
Sebenarnya ingin aku peduli lebih dari ini
Dan sebenarnya ingin aku tetap mencintai
Namun kini aku sudah lelah dan aku sudah tak bisa lagi
Merasakan cinta sangatlah indah
Namun terasa sakit kala cinta tak bisa dimiliki
Terasa hampa jika tak berani jujur
Terasa berat bila dalam kerapuhan
Bukan aku tak ingin cinta
Tapi aku takut tersakiti
Aku takut merasa hampa dan rapuh
Hingga cinta akan membawaku dalam kesedihan
Karena semua pernah ku rasakan
Cinta senantiasa buatku gelisah
Tanpa keberanian mengungkapkan
Cintaku terpendam untuk selamanya
Ingin suatu saat bila tiba waktunya
Cinta dapat menyapa hatiku
Cinta dapat membuatku bahagia
Tanpa harus merasakan sakit seperti dulu
Sahabatku…. Kau bagai pelangi yang berwarna-warni
Tak berhenti untuk selalu mewarnai hari-hari
Meski sebenarnya warnamu hanya satu
Putih... seputih hatimu sahabatku
Sahabatku…. Kau bagai bintang malam
Selalu menghiasi hatiku bila sedang kelam
Selalu bersinar dan mengajak menari melupakan sedihku
Selalu bercanda dan bernyanyi bersama saat dukanya diriku
Sahabatku….Kebahagiaanmu adalah bahagiaku
Begitu pun dengan kesedihanmu adalah sedihku
Sahabatku…. Semoga kita bersama selamanya
Walau kita tahu suatu saat pasti kita akan
berpisah
Jauh disana pikiranku melayang bingung
Sempat berhenti dan sejenak termenung
Adakah balasan dari rasa cinta ini
Darimu seseorang yang selalu kunanti
Kulebarkan kepakan sayap rinduku
Padamu yang jauh berada disana
Samudera membentang dan lautan biru
Menghiasi indahnya hal yang kurasa
Singgasana cinta kutabur dengan permata
Ku persiapkan hanya untukmu sang cinta
Namun hati kecilku bertanya-tanya
Apakah rasa tulus ini akan berakhir bahagia
EMBUN DAN PELANGI UNTUKMU
Ibarat pelangi yang muncul setelah hujan
Menimbulkan suatu bentuk keindahan
Ibarat embun yang muncul di pagi hari
Dapat menyejukkan mata dan hati
Kuberjalan dan terus menelusuri
Kadang berlari tak ingin berhenti
Walau kini sudah kurasakan letih
Meski kakiku sudah terluka perih
Aku harus bisa melihat pelangi dan menyentuhnya
Aku harus bisa merasakan embun dan pulang membawanya
Embun dan pelangi yang kudamba
Aku persembahkan untukmu yang kucinta
Hanya dapat memiliki dalam mimpi
Hanya bisa bercanda dalam imajinasi
Hanya sendiri hati yang merasa
Namun aku bahagia
Kau yang jauh dari jangkauanku
Apakah aku mampu meraihmu?
Kau yang sekarang sudah dimiliki
Apakah aku sanggup untuk selalu begini?
Seandainya saja sekarang kau sendiri
Belum memiliki dan dimiliki dia
Mungkin hanya tak sekedar mengagumi
Aku akan berusaha untuk bisa . . .
Karena . . ..
Bayangmu tak pernah bosan menari di benakku
Tentang dirimu selalu hinggap di pikiranku
Namun, aku tak berani untuk melakukan lebih dari ini
Cukup bagiku hanya cinta dalam hati