![]() |
eksplorasi.id |
Kehidupan sehari-hari memang tidak bisa terlepas dari
energi. Salah satu energi yang paling dibutuhkan adalah energi yang bersumber
dari bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil atau bahan bakar mineral merupakan sumber daya
alam yang mengandung hidrokarbon, seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam.
Di Indonesia, jumlah energi fosil bisa dikatakan berlimpah. Sumber minyak bumi,
batu bara, dan gas alam dapat ditemukan di berbagai daerah. Energi ini pun
telah memberikan penghasilan kepada negara kita dari dulu hingga sekarang.
Indonesia
memiliki sumber daya energi yang cukup besar. Tim riset McKinsey
& Company menyatakan bahwa Indonesia memiliki cadangan minyak dan
gas bumi konvensional sebesar 22 miliar
barel. Di mana 4 miliar di
antaranya terpulihkan (recoverable). Jumlah tersebut kira-kira
setara dengan produksi minyak selama 10 tahun dan produksi gas selama 50 tahun.
Akan tetapi apakah energi fosil yang berlimpah
tersebut akan ada untuk selamanya? Jawabannya tidak. Seperti yang telah kita
ketahui bersama, energi fosil termasuk energi yang persediaannya terbatas. Sedangkan
jumlah manusia yang membutuhkan energi semakin meningkat seiring waktu berjalan.
Hal inilah yang membuat persediaan energi fosil semakin lama semakin menipis
dan akan habis. Selama ini kita masih bergantung kepada energi fosil yang
ketersediaannya perlahan mulai habis, seiring pesatnya pertumbuhan masyarakat
dan pembangunan. Untuk minyak bumi diperkirakan kurang lebih hanya tersedia
hingga tahun 2030, gas bumi hanya untuk 50 tahun lagi, dan batu bara 84 tahun
lagi.
![]() |
Energi Fosil (konfrontasi.com) |
Untuk bahan bakar fosil itu sendiri merupakan bahan
bakar yang terbentuk dari proses alam seperti dekomposisi anaerobik dari
sisa-sisa organisme termasuk fitoplankton dan zooplankton yang mengendap ke
bagian bawah laut (atau danau) dalam jumlah besar dan selama jutaan tahun. Oleh
sebab itu, bahan bakar fosil termasuk ke dalam sumber daya tak terbarukan
karena proses pembentukannya memerlukan waktu yang sangat lama, sedangkan persediaan
di alam habis jauh lebih cepat dari pada proses pembentukannya sendiri.
Sementara itu, Indonesia menjadi negara dengan
konsumsi energi yang cukup tinggi di dunia. Berdasarkan data dari Direktorat
Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM), dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan konsumsi energi
Indonesia mencapai 7 persen dan pertumbuhan konsumsi energi dunia sebesar 2,6
persen per tahun.
Permasalahan
Energi Bahan Bakar Minyak di Indonesia
![]() |
kompasiana.com |
Informasi dari Reforminer Institute menyebutkan bahwa konsumsi energi di Indonesia pada tahun 2015 terbagi untuk sektor industri sebesar 31,79 persen, rumah tangga sebesar 15,2 persen, komersial sebesar 5,09 persen, transportasi sebesar 45,51 persen, dan lain-lain sebesar 2,34 persen. Data dari Kementerian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konsumsi energi Indonesia yang cukup tinggi hampir 95 persen dari bahan bakar fosil. Dari total tersebut, hampir 50 persen merupakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini berarti konsumsi energi di sektor transportasi paling besar.
BBM
merupakan produk minyak bumi, yang mana minyak bumi ini dibawa ke tempat pengilangan minyak sehingga senyawa-senyawa
hidrokarbon dapat dipisahkan dengan takin distilasi dan proses kimia lainnya. Hasil penyulingan minyak inilah yang digunakan
manusia untuk berbagai macam kebutuhan, termasuk untuk bahan bakar
transportasi.
Beberapa waktu terakhir, harga BBM terus mengalami kenaikan. Hal ini menjadi sebuah permasalahan serius yang dapat berdampak besar pada kehidupan manusia. Selain memicu terjadinya inflasi dikarenakan kenaikan biaya-biaya produksi, otomatis daya beli masyarakat Indonesia pun turut melemah. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Lalu bagaimana jika ternyata semakin lama minyak bumi semakin menipis? Tentu BBM pun akan semakin langka dan tidak menutup kemungkinan harga BBM akan semakin gila-gilaan.
Permasalahan
Energi Pembangkit Listrik di Indonesia
Selanjutnya untuk pembangkit listrik, di Indonesia pun masih tergantung pada tenaga bahan bakar fosil untuk memproduksi listrik. Pembangkit listrik jenis ini memiliki mesin rotasi yang mengubah panas dari pembakaran menjadi energi mekanik yang kemudian mengoperasikan generator listrik. Gas yang mengandung karbon dioksida, uap air, nitrogen, nitrogen dioksida, sulfur dioksida, abu ringan, atau mungkin juga merkuri adalah sisa hasil pembakaran yang akan dibuang ke atmosfer.
Pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil ini dapat dikatakan sebagai penyumbang utama gas rumah kaca dan berkontribusi besar terhadap pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil ini yaitu emisi partikulat yang menjadi ancaman serius bagi kesehatan. Sebab materi utama partikulat adalah abu ringan yang mengandung bahan tidak dapat terbakar setelah pembakaran. Pertikulat berukuran lebih besar dari 2,5 mikrometer dan lebih kecil dari 0,1 mikrometer. Semakin kecil ukuran, semakin sulit dihilangkan.
Pembangkit listrik sangat dibutuhkan dalam menggerakkan roda pembangunan di semua bidang. Jika sumber energi melimpah, maka biaya pembangkitan bisa murah. Akan tetapi ketika sumber energi semakin berkurang, maka biaya tersebut akan menjadi semakin mahal. Kondisi ini pun turut menjadi sebuah permasalahan dalam pemakaian energi fosil untuk membangkitkan tenaga listrik.
Menyikapi dua kondisi inilah, banyak peneliti Indonesia mengerahkan tenaga untuk melakukan penelitian guna menemukan cara keluar dari kondisi dan permasalahan ini. Pemanfaatan sumber energi alternatif dipilih sebagai cara jitu menghadapi tantangan cadangan energi yang semakin menipis dan alternatif energi yang aman dan ramah lingkungan. Memang tindakan untuk menghemat energi merupakan langkah yang dapat dikatakan terbaik. Akan tetapi, peningkatan konsumsi energi sebagai indikator kemajuan ekonomi Indonesia tetap harus difasilitasi dengan keberadaan sumber energi yang mendukung. Jadi jika dirasa ada tindakan terbaik lain dengan cara memperluas pemanfaatan sumber energi lain untuk menggantikan pemakaian energi fosil, sudah selayaknya untuk dicoba.
Inovasi
Penelitian Teknologi Energi Baru dan Terbarukan
Berbagai bentuk penelitian di bidang energi terbaru dan terbarukan masih dilakukan hingga saat ini. Berbagai inovasi di bidang penelitian teknologi energi baru dan terbarukan (EBT) mulai bermunculan. Sumber energi baru seperti batubara tercairkan, gas metana batubara, batubara tergaskan, nuklir dan hidrogen, juga sumber energi terbarukan seperti biodiesel, air, udara, sinar matahari, bahkan sampah organik, bisa menggantikan posisi minyak bumi sebagai bahan bakar. Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek) sangat mendukung pengurangan ketergantungan terhadap BBM, sehingga beban subsidi bisa dipakai untuk pembangunan yang adil dan untuk kemakmuran rakyat Indonesia dengan merekomendasikan pemakaian sumber energi alternatif ini.
Pada tahun 2011 lalu, Dr. Yanni Sudiyani, Peneliti Utama Bioetanol Biomassa Lignoselulosa Pusat Penelitian (P2) Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menjelaskan Bahan Bakar Nabati (BBN) atau biofuel adalah energi berwujud cair yang begitu melimpah di Indonesia yang bersumber dari biomassa. Salah satu yang prospektif adalah lignoselulosa dari limbah pertanian atau limbah industri. BBN pada prinsipnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga diesel (berupa biodiesel atau PPO) dan transportasi, berupa biodiesel dan bioetanol, serta biogas untuk kebutuhan rumah tangga pengganti minyak tanah.
Biodiesel sudah dikembangkan sejak beberapa waktu lalu dari pohon jarak kemudian disusul dengan bioetanol generasi kedua. Berbeda dengan bioetanol generasi satu yaitu yang dihasilkan dari pati yang teknologi prosesnya mudah, bioetanol generasi dua berasal dari lignoselulosa teknologi proses sangat sulit karena perlu perlakuan awal atau pretreatment. Menurut Dr. Yanni Sudiyani, penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar mempunyai beberapa keunggulan, di antaranya kandungan oksigen yang tinggi (35 persen) sehingga jika dibakar sangat bersih, ramah lingkungan karena emisi gas karbon monoksida lebih rendah 19-25 persen dibanding BBM sehingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbon dioksida di atmosfer.
Lain lagi penelitian tahun 2018 dari tiga mahasiswa jurusan Kimia Universitas Islam Indonesia (UII) yakni Ardhika Lathif Marcharis, Akbar Haditya, dan Rachmania Aurel Yuliant yang berhasil mengembangkan metode produksi biodiesel elektrolisis tanpa penggunaan co-solvent dan katalis yang sederhana dan lebih ekonomis. Ardhika mengatakan metode tersebut mengoptimalkan kinerja elektroda grafit dan konten air yang terkandung pada minyak nabati sebagai sumber ion hidrogen (H+) dan hidroksida (OH-) yang berperan pada reaksi esterifikasi dan transesterifikasi pada produksi biodiesel.
![]() |
Tiga mahasiswa UII penemu BIOTANG |
Selain tiga mahasiswa di atas, tim UII di tahun sebelumnya juga berhasil menemukan bahan bakar alternatif masa depan berbahan dasar limbah minyak jelantah dengan bantuan katalis abu ilalang yang merupakan gulma sebagai pengganti solar. Bahan bakar alternatif ini dinamakan Biodiesel Katalis Ilalang (BIOTANG). Sebagai inovasi mahasiswa, BIOTANG telah masuk dalam Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Penelitian.
Inovasi dalam hal energi pembangkit tenaga listrik dapat dilihat di Papua. Dilansir dari republika.co.id, sebanyak 2.500 desa dari total 12.500 desa yang belum dialiri listrik di Papua akan diterangi melalui energi biomassa, energi surya, energi air, dan angin. Rencana ini menjadi bagian dari nota kesapahaman penanaman investasi A-Wing Group Jepang dengan PT Bintang Angkasa Berjaya di Jakarta.
Beberapa bulan sebelumnya, empat mahasiswa Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yakni Ghufron Fawaid, Muhammad Rifky Abdul Fattah, Pinanggih Rahayu dan Aniq Jazilatur membuat suatu pembangkit listrik tenaga gelombang laut yang diberi nama Indonesia Tidal Power (INTIP). Tujuan dari konsep pembangkit listrik ini dikarenakan kebutuhan energi listrik nasional yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Apalagi saat ini Indonesia bisa dikatakan sedang mengalami krisis energi listrik, terutama bagi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Inovasi lainnya adalah penggunaan tenaga surya sebagai tambahan atau switching dari energi primer menggunakan teknologi Exeron yang dikembangkan oleh lntemational Power Supply (IPS). Teknologi yang dihasilkan dari riset bertahun-tahun ini telah digunakan di 58 negara. Exeron bisa digunakan di desa-desa karena desainnya yang ringkas, pemeliharaan yang sederhana dan hemat energi.
Saat ini, Exeron telah dipasang di terminal bus di Solo sebagai bagian dari proyek Kementerian Perhubungan. Alat ini bisa menggabungkan dan mengolah energi matahari dan energi listrik konvensional. Dengan demikian, teknologi ini bisa menggunakan energi matahari jika memungkinkan dan bisa langsung diubah untuk menggunakan tenaga listrik dari PLN ketika cuaca mendung atau energi matahari tidak tersedia.
Peran Pemerintah Indonesia dalam Inovasi Penelitian
EBT
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM juga menyatakan keseriusannya dalam pengembangan EBT di Indonesia. Pada tahun 2025, porsi EBT dalam bauran energi pembangkit tenaga listrik mencapai 23 persen. Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar mengatakan sampai tahun 2017 porsi EBT dalam bauran energi masih 8,43 persen, ada celah sekitar 15 persen. Menurutnya, kesenjangan ini harus diisi melalui reformasi kebijakan untuk memberdayakan lebih banyak EBT dalam skala ekonomi dan harga yang terjangkau.
Inovasi di bidang penelitian Teknologi EBT di Indonesia sangat penting guna kelangsungan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Selain peranan para masyarakat termasuk peneliti dan mahasiswa, peranan dan dukungan pemerintah pun sangat menunjang keberhasilan teknologi EBT. Salah satu bentuk dukungan pemerintah Indonesia dalam memfasilitasi penelitian, telah didirikan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek). Puspiptek merupakan kawasan riset terbesar di Indonesia, yang terletak di Serpong, Tangerang Selatan. Dengan tujuan untuk mendukung proses industrialisasi di Indonesia maka Puspiptek dirancang untuk menjadi kawasan yang mensinergikan SDM terdidik dan terlatih, peralatan penelitian dan pelayanan teknis yang paling lengkap di Indonesia serta teknologi dan keahlian yang telah terakumulasikan selama lebih dari seperempat abad.
Sebagai tindak lanjut dari pengembangan Puspiptek, sejak Maret 2016 telah diresmikan Zona Bisnis Teknologi yang diperuntukkan bagi proses hilirisasi teknologi, penciptaan produk inovasi, penumbuhkembangan wirausaha pemula berbasis teknologi serta fasilitasi untuk industri yang memanfaatkan kapasitas Puspiptek. Di Zona Bisnis Teknologi sudah dibangun dua fasilitas utama, yaitu Technology Business Incubation Center (TBIC) sebagai fasilitas untuk menumbuhkembangkan wirausaha baru (perusahaan pemula) berbasis teknologi, melalui proses inkubasi dan Indonesia Life Sciences Center (ILSC) sebagai laboratorium bersama untuk pengembangan dan inovasi produk life sciences (vaksin dan biosimiliar) yang memenuhi kualifikasi Good Laboratory Practices (GLP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) yang akan mendukung kemandirian industri nasional.
![]() |
Puspiptek Area |
Berbagai inovasi di bidang penelitian Teknologi EBT diharapkan dapat mempertahankan keberlangsungan hidup rakyat Indonesia yang semakin maju dan sejahtera. Meski dalam pelaksanaannya belum tentu dapat dikatakan mudah dan terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi, inovasi-inovasi tetap harus berjalan seiring perkembangan zaman. Dengan inovasi, Indonesia harus mampu meraih kebangkitannya menuju Indonesia yang jaya.
(Murni Oktarina)
Daftar Pustaka:
Daftar Pustaka: