Aku tahu, mencintai adalah sebuah keputusan. Bukan sebuah keputusasaan. Mencintai adalah pilihan, bukanlah sebuah harapan. Mencintai adalah sebuah kesiapan. Kesiapan untuk terluka.
Padahal dulu aku yakin, bahkan sangat yakin bila hatiku telah siap dengan sempurna untuk terluka apabila suatu hari nanti kamu telah menemukan cintamu. Tapi aku salah. Aku tak pernah membayangkan lukanya bisa sepedih ini.
Kamu memang hebat! Puluhan purnama kamu mendekam di relungku. Dan aku bisa nyaman dengan kondisi itu.
Tapi aku melupakan satu hal. Kenyataan. Iya, kenyataan! Kenyataan bahwa akhirnya kamu akan bersama sebuah hati yang menjadi pilihanmu dan itu bukan aku.
Selamat datang hari patah hati. Hari ini kumohon biarkan mataku bersuara dalam rintiknya. Biarkan bibirku bergetar dalam tangisnya. Biarkan hatiku menyembuhkan sendiri lukanya.
Melepaskan. Begitulah seharusnya.
Mengikhlaskan. Begitulah semestinya.
Sebab mencintai itu berarti harus siap-siap untuk terluka. Sebab mencintai tugasnya hanyalah memberi hati bukan berharap sesuatu yang lebih. Sebab mencintai bukanlah memaksa. Sebab mencintai adalah keikhlasan.
Aku memang belum bisa berjanji untuk dapat melupakan, namun aku akan merelakanmu melakukan upacara perpisahan dengan hatiku. Meski hanya air mata yang mampu bersuara.
Kuucapkan selamat tinggal untukku, untuk cinta sendirianku. Biarkan ini menjadi kisah yang patah namun pernah ada indah di dalamnya. Bagaimanapun, kamu adalah seseorang yang pernah kuingini walau aku bukanlah seseorang yang kauingini.
Selamat berbahagia untukmu. Dari aku, yang mencintaimu dalam diam.
No comments:
Post a Comment